A.
Definisi
Neoplasma dan Perbedaannya dengan Pertumbuhan Normal
Neoplasma
secara harfiah berarti pertumbuhan baru, adalah masa abnormal dari sel sel yang
mengalami proliferasi (Price, 2005).
Sel sel Neoplama berasal dari sel
sel yag sebelumnya adalah sel sel normal, namun selama mengalami perubahan
neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik
tumbuh dengan kecepatan yang tidak berkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan
fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostasis sebagian besar
sel tubuh lainnya (Price, 2005).
Pertumbuhan sel neoplastik biasanya
bersifat progresif dan tidak melakukan tujuan yang bersifat adaptasi yang
menguntungkan hospes, tetapi lebih sering membahayakan, walaupun rangsangan
yang menyebabkan neoplasma telah dihilangkan neoplasma tetap tumbuh dengan
progresif (Price, 2005).
B.
Neoplasma Jinak dan Ganas
Neoplasma dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
neoplasma jinak dan ganas. Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum,
neoplasma sering disebut tumor. Suatu tumor dikatakan jinak (benigna) apabila
gambaran makroskopik dan mikroskopiknya mengisyaratkan bahwa tumor tersebut
akan tetap terlokalisasi, tidak menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat
dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal.
Sedangkan suatu tumor dikatakan ganas (maligna) jika menunjukkan bahwa
lesi dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat
jauh (metastasis), serta dapat menyebabkan kematian. Tumor ganas secara
kolektif disebut kanker (Robbins, 2007).
Tumor jinak hanya bersifat ekspansif atau mendesak karena
masih memiliki kapsul. Sedangkan pada tumor ganas, sel-selnya dapat melepaskan
diri dari kelompoknya. Sel-sel tersebut dapat mengeluarkan enzim yang dapat
menghancurkan protein atau matriks di sekitarnya. Kemudian sel-sel tersebut
bergerak secara amuboid dan menginvasi jaringan sekitarnya. Setelah itu sel-sel
tersebut menerobos jaringan sekitarnya itu, menempel di pembuluh darah atau
limfe, menembus dinding pembuluh, dan masuk ke aliran darah atau limfe untuk
selanjutnya hinggap di jaringan lain (metastase) (Robbins, 2007).
Secara mikroskopis, neoplasma jinak ditandai dengan sel
yang berdiferensiasi baik yang sangat mirip dengan padanannya yang normal.
Lipoma terdiri atas sel lemak matur yang dipenuhi oleh vakuola lemak di dalam
sitoplasmanya, dan kondroma terbentuk dari sel tulang rawan matur yang
menyintesis matriks tulang rawan normal, yang merupakan bukti terjadinya
diferensiasi morfologik dan fungsional. Pada tumor jinak yang berdiferensiasi
baik, mitosis sangat jarang ditemukan dan konfigurasinya normal (Robbins, 2007).
Sedangkan neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi
beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik sampai yang sama
sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel yang tidak
berdiferensiasi dikatakan besifat anaplastik. Sel anaplastik memperlihatkan
pleomorfisme (yaitu variasi yang nyata dalam bentuk dan ukuran). Umumnya inti
sel sangat hiperkromatik dan besar. Ukuran dan bentuk inti selnya pun sangat
beragam. Yang lebih penting, mitosis banyak ditemukan dan jelas atipikal
(Robbins, 2007).
Jadi, secara garis besar, ada tiga hal yang dapat
digunakan untuk membedakan neoplasma jinak dan ganas, yaitu size (ukuran sel),
staining (pengecatan), shape (bentuk), dan mitosis patologis.
C. Patogenesis dan
Patofosiologi neoplasma dan karsinogenesis
Terdapat enam perubahan fisiologik
yang mendasar yang secara bersama sama memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
sel sel ganas :
1. Mandiri
dalam hal hal sinyal pertumbuhan
2. Tidak
sensitif terhadap sinyal sinyal penghambat pertumbuhan
3. Mampu
menghindar dari apoptosis
4. Berkemampuan
replikasi yag tidak terbatas
5. Kemampuan
angiogenesis yang berkesinambunagn
6. Mampu
menyusup ke jaringan lain dan bermetastasis
(Karsono,
2006)
Neoplasma mempengaruhi hospes melalui berbagai cara.
karena neoplasma jinak tidak melakukan invasi atau metastase, maka kesuliatan
yang timbul bersifat lokal berkisar dari ringan sampai fatal (price, 2005).
Masalah lokal yag disebabkan oleh neoplasma jinak
dapat menyebabkan penyumbatan berbagai bagian tubuh. Sebuah vena atau bagian
dari saluran pencernaan dapat tersumbat oleh neoplasma jinak yang tumbuh
didalamnya. Neoplasma jinak dapat menjadi tukak dan infeksi, dan dapat
menimbulkan perdarahan yang berarti (price, 2005).
Neoplasma ganas dapat melakukan apapun yang
dilakukan oleh neoplasma jinak, tetapi biasanya jauh lebih agresif dan
destruktif oleh karena laju pertumbuhan neoplasma ganas yang umumnya lebih
cepat, kemampuannya menginvasi dan merusak jaringan jaringan lokal, dan
menyebar untuk membentuk metastasis yang lebih jauh. Pasien dengan kanker
stadium lanjut sering tampak seperti menderita malnutrisi berat, keadaan ini
disebut kakeksia tumor. Kumpulan keadaan ini mungkin akibat efek sitokinin yang
dihasilkan tumor atau sebagai bagian respons tumor. Biasanya seorang pasien
dengan kanker stadium lanjut yang sudah lemah ini akhirnya meninggal akibat
pneumonia atau sepsis sistemik (Price, 2005)
Karsinogenesis adalah proses banyak tahap pada
tingkat genotipe dan fenotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat
fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan
metatasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap, suatau fenomena yang
disebut tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat
akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya
gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetik yang mempermudah tumor
progression melibatkan tidak saja gen pengendali pertumbuhan, tetapi juga gen
yang mengendalikan angiogenesis, invasi dan metatasis. Sel kanker juga harus
melewatkan proses penuaaan normal yang membatasi pebelahan sel (price, 2005).
Penyakit kanker pada dasrnya merupakan penyimpangan
gen yang menimbulkan proliferasi berlebihan, progresif dan irreversibel.Knudson
menyatakan bahwa karsinogenesis memerlukan dua hit. Proses pertama menyangkut
inisiasi dan karsinogen penyebab disebut inisiator. Proses kedua, yang
menyangkut pertumbuhan neoplastik adalah promosi dan agennya disebut promoter.
Sekarang dipercaya bahwa sebenarnya terjadi hit multipel (lima atau lebih) dan
berbagai faktor dapat menyebabkan hit ini. setiap hit menghasilkan perubahan
pada genom dari sel terpapar yang ditransmisikan kepada progeninya (sel
turunannya yang disebut sebagai klon neoplastik). Periode antara hit pertama
dan berkembangannya kanker klinis disebut sebagai lag periode (Kumar, 2003).
Mula-mula sel normal mengalami
kerusakan DNA karena paparan zat perusak DNA didapat (lingkungan) baik berupa
kimiawi, radiasi, maupun virus. Selanjutnya terjadi mutasi pada genom sel
somatik berupa : pengaktifan onkogen pendorong pertumbuhan, perubahan gen yang
mengendalikan pertumbuhan, dan penonaktifan gen supresor kanker. Kemudian
terjadi ekspresi produk gen yang mengalami perubahan dan hilangnya produk gen
regulatorik. Melalui ekspansi klonal, mutasi tambahan (progresi) dan
heterogeneitas maka terbentuklah neoplasma ganas (Kumar, 2003).
Proses transformasi sel kanker terjadi melalui
pengaturan proliferasi oleh bebrapa jenis gen yaitu:
1. Protonkogen
dan onkogen
Protoonkogen
berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi sel normal. Rangsangan faktor
petumbuhan ekstraselular diterima oleh faktor pertumbuhan (gen ras) di permukaan membran (aktivasi
tyrosine kinase) dan diteruskan melalui transmembran sel (guanine nucleotide
binding protein) ke dalam sitoplasma dan ke dalam inti sel. Bila kemudian
terjadi ‘hit’ oleh karsinogen maka akan terjadi proliferasi sel abnormal yang
berlebihan dan tak terkendali, dimana protoonkogen berubah menjadi onkogen.
2. Antionkogen
Terjadinya
kanker tidak semata disebabkan oleh aktivasi onkogen tapi dapat disebabkan juga
karena inaktivasi anti onkogen (growth supressor gen). Pada sel normal terdapat
keseimbangan antara onkogen dan antionkogen. Anti onkogen yang sudah dikenal
secara umum adalah tp 53. Apabila tp 53 gagal mengikat DNA, maka kemampuan
mengontrol proliferasi menjadi hilang dan proliferasi sel berjalan terus
menerus dan tidak
terkendali. Inaktivasi tp 53 dapat
terjadi oleh translokasi atau delesi. Gen tp
53 ini merupakan tumor suppressor gen yang paling sering mengalami mutasi
dalam kanker. Dalam sel – sel nonstressed ia mempunyai waktu paruh yang singkat
hanya 20 menit. Tp 53 bekerja dengan
menginduksi gen penginduksi apoptosis yaitu gen BAX.
3. Gen
‘repair’ DNA
Dalam keadaan
normal, kerusakan gen akibat faktor – faktor endogen maupun eksogen dapat
diperbaiki oleh mekanisme ‘excission repair DNA lession’. Kegagalan mekanisme
ini menimbulkan DNA yang cacat dan diturunkan pada keturunan berikutnya sebagai
mutasi permanen yang potensial menjadi kanker. Gen lain yang iktu berpengaruh
secara tidak langsung adalah sandi protein ‘check point’ (contoh ATM) yang
berfungsi mencegah perkembangan sel yang berasal dari sel cacat.
4. Gen
anti apotosis
Pada berbagai
sel organ tubuh terdapat kematian sel secara terprogram yang disebut apoptosis.
Seperti misalnya protein ABL yang terdapat dalam nukleus. Ia berperan untuk
memulai proses apoptosis sel yang menderita kerusakan pada DNA. Sel nekrosis
tanpa reaksi radang dibasorbsi oleh makrofag.
5. Gen
anti metastasis
Para pakar telah
mengidentifikasi gen nmE1 dan nmE2 sebagai anti metastasis. Pada
bebrapa kasus insiden metastase tinggi, hilangnya fungsi gen tertentu tampaknya
berpotensi sebagai pertanda agresvitas tumor.
6. Imunitas
Peran imunitas
ikut berpengaruh dalam prose pertumbuha kanker baik imunitas humoral maupun
selular. Bukti – bukti menunjukkan bahwa adanya keterlibatan proses imun dalam
neoplasia dengan insiden tinggi terutama pada pasien dengan imunodefisiensi dan
pasien pasca transplantasi yang diberi obat imunosupresif.
(Kumar, 2003)
D.
Faktor
Resiko dan penyebab neoplasma
Faktor resiko pada neoplasma secara
umum adalah :
1. Umur
Makin tua maka akan mudah
terpengaruh oleh karsinogen
2. Diet
Perbedaan geografis
menunjukkan pula perbedaan diet
Konsumsi alkohol
meningkatkan resiko karsinogenesis
3. Lingkungan
Polusi
Aktivitas seksual
4. Perubahan
Genetik
(Totok, 2009)
Faktor resiko pada Kanker Payudara :
1. Umur
> 30 thn
2. Melahirkan
anak pertama pada usia > 35
3. Tidak
kawin dan nulipara
4. Usia
menars < 12
5. Usia
menopause > 55 thn
6. Pernah
mengalami infeksi trauma atau operasi tumor jinak payudara
7. Terapi
hormonal lama
8. Mempunyai
kanker payudara kontralateral
9. Pernah
menjalani operasi ginekologis misalnya tumor ovarium
10. Pernah
mengalami radiasi di daerah dada
11. Ada
riwayat keluarga
12. Kontrasepsi
oral pada pasien tumor payudara jinak seperti kelainan fibrositik yang ganas
(Mansjoer et al, 2000)
Kemungkinan mutasi dapat ditingkatkan
berkali kali lipat bila seseorang terpapar dengan faktor kimia, fisik atau
biologis tertentu. Beberapa diantaranya:
1. Radiasi
Ionisasi
2. Bahan
kimia
3. Bahan
iritan fisik
4. herediter
5. virus
(Guyton, 1997)
Juga
ada yang disebut dengan karsinogen. Karsinogen adalah substansi yang dikenal
menyebabkan kanker atau setidaknya menghasilkan peningkatan insiden kanker pada
hewan atau populasi manusia.
1. Onkogen
kemikal
Onkogen kemikal
contohnya adalah hidrokarbon polisiklik. Tembakau, aflatoksin, nitrosamine,
agen kemoterapi, asbestos, metal berat, vinyl chloride dll
2. Onkogen
radiasi
Contohnya adalah
radiasi oleh ultraviolet, X ray, radioisotope dan bom nuklir
3. Onkogen
viral
Contohnya adalah
onkogen oleh virus RNA (retrovirus) seperti HIV, dan onkogen oleh virus RNA
(seperti papilloma virus, Molluscum contangiosum, herpes simpleks, EBV, Avian,
hepatitis B, CMV dsb)
4. Onkogen
hormonal
Contohnya:
estrogen, diethylstilbestrol (DES), steroid
5. Onkogen
genetik
(Kumar,
2003)
E.
Gejala Neoplasma
Neoplasma dapat menimbulkan gejala, baik lokal,
metastasis, maupun sistemik. Gejala lokal merupakan
gejala pada organ tempat neoplasma
itu muncul. Beberapa gejala yang sifatnya
lokal antara lain:
·
Gejala utama, dapat berbentukplaque, nodus atau tumor, erosi atau
ulkus, bentuk campuran, atau tanpa
bentuk tertentu (hanya pada leukemia).
·
Gejala infiltrasi, dapat berbentuk
retraksi jaringan atau organ; perlekatan dengan jaringan atau organ sekitarnya;
peau d’orange yaitu oedema kulit
karena inflitrasi kanker; satelit nodul,
berupa plaque atau nodul di sekitar
tumor; nyeri karena kanker berasal dari,
atau inflitrasi ke,
saraf atau tulang.
·
Gejala tambahan, dapat berupa
hipervaskularisasi, hiperemia
di daerah tumor, hipertermia, deformitas organ.
·
Gejala komplikasi, seperti ulserasi (ulkus pada
kanker yang terletak di permukaan,
merupakan gejala utama tetapi untuk kanker termasuk
komplikasi); obstruksi saluran tubuh; nekros tumor; infeksi; fraktur pada
kanker tulang.
Umumnya pada
kanker dini tidak terdapat banyak gejala, hanya
terdapat lesi yang dapat berupa plaque, erosi, atau tumor lokal
saja. Oleh karena itu, sebelum
menunjukkan gejala komplikasi atau inflitrasi, kanker dapat terlihat sebagai tumor jinak (Sukardja, 2000).
Berbeda dengan tumor jinak yang tidak memiliki kemampuan
untuk menginfiltrasi, menginvasi, atau menyebar ke tempat jauh, tumor ganas
tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi, dan penetrasi progresif ke
jaringan sekitar karena tidak membentuk kapsul yang jelas. Hal inilah yang
menyebabkan tumor ganas dapat bermetastasis ke jaringan lain. Istilah metastasis
menunjukkan terbentuknya implan sekunder yang terpisah dari tumor primer,
mungkin di jaringan yang jauh. Tidak semua tumor ganas memiliki kemapuan
metastasis yang setara. Semakin anaplastik dan besar neoplasma primernya,
semakin besar kemungkinan metastasis; namun banyak terdapat pengecualian.
Kanker yang sangat kecil diketahui dapat bermestastasis dan, sebaliknya,
sebagian kanker yang besar mungkin belum menyebar saat ditemukan (Sukardja,
2000).
Neoplasma ganas menyebar melalui salah satu dari tiga jalur:
-
Limfatik: Khas untuk karsinoma
(neoplasma jaringan epitel).
Contoh:
Karsinoma payudara di
kuadran luar atas menyebar ke aksila.
-
Hematogen: Khas pada sarcoma
(neoplasma jaringan mesenkhimal). Vena mengalami invasi, sel kanker masuk ke
darah mengikuti aliran vena.
-
Rongga tubuh: Neoplasma menginvasi
rongga alami tubuh.
-
Contoh: Karsinoma kolon menembus
dinding usus dan mengalami reimplantasi ditempat jauh dari peritoneum (Sukardja, 2000).
Gejala yang dapat timbul karena neoplasma yang
bermetastasis dapat bermacam-macam tergantung dari
organ yang terkena metastase dan adanya komplikasi. Beberapa contoh gejalanya antara lain:
·
Paru: Batuk, efusi
pleura, pneumonitic spread,
atelektase.
·
Hati: Nodul multiple,
hepatomegali, ikterus, asites.
·
Otak: Sefalgia, kehilangan
penglihatan, neuropelgia, koma.
·
Tulang: Nyeri tulang, destruksi
tulang, patah tulang, paraplegia.
·
Kulit: Nodus kutan, nodus
subkutan.
·
Sumsum tulang: Anemia, trombositopenia,
leucopenia.
·
Usus: Dispepsi, asites, tumor
abdomen.
·
Kelenjar limfe: Pembesaran kelenjar
limfe, odem lengan atau tungkai (Sukardja,
2000).
Gejala sistemik merupakan gejala yang dirasakan di
seluruh tubuh. Gejala sistemik dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
·
Sekresi hormon, enzim
atau protein ektopik oleh sel tumor yang mengacaukan sistem kendali tubuh.
·
Zat toksin dari metabolisme sel kanker atau dari
adanya nekros dalam tumor.
·
Monopoli nutrisi oleh
sel kanker.
·
Komplikasi kanker (Sukardja, 2000).
F.
Pemeriksaan Screening
Neoplasma
Untuk mendeteksi dini adanya neoplasma atau kanker, dapat melalui beberapa
cara, seperti tumor markers dan
pemeriksaan screening.
·
Tumor Markers
Suatu molekul atau proses atau substansi yang dapat diukur dengan suatu
pemeriksaan (assay) baik secara
kualitatif dan kuantitatif pada kondisi kanker dan prakanker. Cara
mendeteksinya dengan mengetahui perubahan kadar. Perubahan kadar tersebut
diakibatkan oleh tumor maupun jaringan normal sebagai respon terhadap tumor. Tumor marker dapat berupa DNA, mRNA,
protein bagian dari protein (seperti proses proliferasi, angiogenesis,
apoptosis) di dalam darah urin, jaringan, air liur, cairan tubuh, dan sel
sendiri.
Berdasarkan aspek kliniknya tumor marker diklasifikasikan menjadi empat screening marker, prognosis marker, predictive
marker, dan monitoring marker. Screening marker merupakan bagian dari penanda diagnosis. Hal
yang penting diperhatikan pada penanda ini adalah sensitivitasdan spesifitas dari tumor marker dalam menunjang diagnosis. Prognosis marker memberikan informasi
mengenai hasil pengobatan dan tingkat keganasan dari tumornya. Predictive marker memprediksi respon
terapi sedangkan prognosis marker memprediksi terjadinya kekambuhan atau progresi dari penyakit. Monitoring marker dipakai untuk
memonitor manfaat atau respon terapi
yang diberikan.
Berdasarkan spesifitasnya maka tumor marker dapat dibedakan menjadi: tumor specific, non-specific dan cell
specific protein overexpressed in malignant cell. Tumor
specific proteins yaitu tumor marker spesifik hanya diekspresikan oleh sel
tumor tertentu. Non-specific protein
mempunyai contoh protein onkofetal yang tidak terlalu spesifikakan tetapi cukup
berguna. Cell specific protein
overexpressed in malignant cell berarti bahwa beberapa jenis protein
diekspresikan secara berlebihan oleh sel kanker tertentuyang sebenarnya
merupakan ekspresi dari sel yang mengalami diferensiasi normal sehingga
kadarnya dalam serum relatif lebih tinggi pada pasien dengan kanker.
Terdapat banyak jenis tumor marker
seperti Alfa Fetoprotein, Human Chorionic Gonadotropin, Carcino Embryionic
Antigen, Cancer Antigen 15-3, Cancer Antigen 125, Cancer Antigen 19-9, Prostate
Specific Antigen, Beta 2-Microgobulin, Bladder Tumor Antigen, Cancer Antigen
27.29, HER-2/neu, Lipid Associated Sialic Acid in Plasma, NMP22, Neuron
Spesific Enolase, Thyroglobulin, S-100, Cancer Antigen 72-4, dan Squamous Cell
Carcinoma Antigen. Alfa Fetoprotein pada kondisi normal biasa terdapat di
fetus,bayi, dan ibu hamil.Kadar normal 15ng/mL. Apabila terjadi kelainan hati
dan keganasan maka kadar Alfa Fetoprotein (AFP) meningkat. AFP meningkat pula
pada hepatitis akut dan kronis, kanker testis tertentu, kanker sel germinal,
kanker kolon, kanker lambung, kanker pankreas, dan kanker paru. Beta
2-Microgobulin merupakan unit terkecil dari MHC kelas 1 dan diperlukan u7ntuk
transpor rantai berat kelas 1 dari Retikulum Endoplasma ke permukaan sel. Kadar
Beta 2-Microgobulin (B2M) akan meningkat pada multiple myeloma, hronic lymphocytic leukimia (CLL) dan
beberapa limfoma. Cancer Antigen 19-9 pada awalnya dikembangkan untuk deteksi
kanker colorectal. Tapi lebih sensitif terhadap kanker pankreas. Kadar
normalnya kurang dari 37 U/mL. Kadar yang tinggi pada awal diagnosis
menunjukkan stadium lanjut dari kanker. Carcino
Embryionic Antigen (CEA) dalam keadaan normal terdapat pada bayi. CEA untuk
memonitoring pasien dengan kanker colorectal selama/setelah terapi, tapi tidak
bisa dipakai utnuk screening atau diagnosis. Kadar CEA lebih dari 5ng/mL dikatakan abnormal. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) pada keadaan normal banyak
terdapat pada plasenta. Dalam tubuh orang dewasa normal hanya berkisar antara
1-5 ng/mL dan sedikit meningkat pasca menopause sampai 10 ng/mL. Kadar HCG
meningkat pada adenokarsinoma pankreas, tumor sel islet, kanker usus halus dan
besar, hepatoma, lambung, paru, ovarium, payudara, dan kanker ginjal. Prostate Specific Antigen adalah tumor
marker untuk kanker prostat, satu-satunya marker untuk skreening kanker jenis
umum.
Kadar PSA bukan kanker kurang dari 4ng/mL, kadar lebih dari 10 ng/mL
diindikasi kanker, sedang kadar antara 4-10 ng/mL merupakan daerah abu-abu
(grey zone). (Suega, 2009)
Tumor
marker adalah substansi (biasanya protein) yang dihasilkan oleh tubuh (non tumor cell) dalam merespon
pertumbuhan kanker, atau dihasilkan oleh jaringan kanker itu sendiri. Substansi
ini kemudian masuk ke dalam sirkulasi, sehingga bisa dideteksi di dalam darah,
urin, atau jaringan (Harris et al,
2007; Kumar et al, 2006; Hanash et al, 2008). Penemuan dan deteksi tumor
marker bisa dijadikan diagnosis awal sehingga meningkatkan keberhasilan
intervensi terapi, karena jumlah tumor marker dapat menunjukkan tahapan dari
suatu pertumbuhan kanker (Danasekaran et
al, 2001). Seiring berjalannya perkembangan teknologi, banyak sekali tumor
marker yang telah ditemukan untuk jenis kanker yang berbeda (Horton et al, 2001; Lilja et al, 2008)
Sejumlah serum tumor marker
telah ditentukan untuk kanker payudara, termasuk keluarga MUC-1 dari
glikoprotein musin (CA 15.3, BR 27.29, MCA, CA 549), antigen karsinoembrionik
(CEA), onkoprotein (HER-2/cerbB-2), dan sitokeratin (antigen polipeptid jataringan (TPA), antigen polipeptid jaringan spesifik
(TPS).
·
TesScreeningNeoplasma
Pada beberapa keadaan, tes darah tertentu dapat
memberikan bukti tambahan tentang adanya neoplasma tertentu. Yang juga penting,
massa desak ruang harus dibuktikan dan digambarkan, apakah dengan radiografi,
ultrasonografi, pemayaran radionuklida, atau dengan salah satu dari berbagai
macam tindakan endoskopi agar dapat melihat secara langsung struktur di bagian
dalam tubuh. (Price, 2006). Mamografi yaitu radiogram jaringan
lunak, merupakan pemeriksaan payudara klinis tambahan yang penting. Mamografi
dapat memberikan informasi selama penelitian yang intensif untuk
mendiagnosiskelainan. Mamografi dapat mendeteksi massa yang terlalu kecil untuk
dapat teraba dan pada banyak keadaan dapat memberikan dugaan ada tidaknya sifat
keganasan dari massa yang teraba.
G. Diagnosis
Neoplasma
Cara
untuk melakukan diagnosis pada pasien dengan tersangka neoplasma adalahsebagai
berikut :
·
Dilihat dari gambaran
klinis
Adanya
penyusutan progresif lemak dan massa tubuh non lemak, melemahnya tubuh,
anoreksia dan anemia. Dari anemia juga didapatkan riwayat terdahulu atau
riwayat keluarga terkena kanker.
·
Diagnosis laboratorium
a. Metode
morfologik
Ø Metode
potong beku
Ø Aspirasi
jarum halus
Ø Apusan
sitologi
Ø Immunohistokimia
Ø Flow
cytometry
b. Biokimiawi
Yaitu dengan
penilaian kadar hormon, enzim atau penanda terkait neoplasma.
Contoh tumor
marker: alfa fetoprotein untuk kanker hepar, CEA untuk jar. embrionik, beta 2
microglobulin untuk CCL, Ca 15-3 untuk kanker mammae, Ca 125 untuk kanker
ovarium, Ca 72-4 untuk kanker pankreas, Neuron Specific Enolase (NSE) untuk
kanker paru dan Ca 19-9 untuk Kanker Colorectal dan Laktat Dehidrogenase (LDH).
c. Molekular
Ø PCR
Ø Flouroscent
In Situ Hibridisation (FISH) (Robbins, 2007)
H.
Profilaksis Neoplasma
Neoplasma merupakan salah satu
penyebab tertinggi angka kesakitan dan kematian. Hal ini membuat seseorang
berusaha untuk mencegah terjadinya neoplasma tersebut. Pencegahan atau yang
sering kita kenal dengan istilah profilaksis, untuk neoplasma sendiri
digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1.
Profilaksis Primer
Profilaksis
primer merupakan suatu pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya suatu
penyakit. Misalnya, dengan mengubah gaya hidup yang buruk menjadi gaya hidup
yang sehat, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, memilih makanan yang
sehat, dan berolahraga secara rutin.
2.
Profilaksis
Sekunder
Profilaksis
sekunder merupakan cara pencegahan yang dilakukan dengan cara deteksi dini.
Mungkin saja sudah terkena neoplasma lebih dulu, tetapi karena deteksi yang
dilakukan sedini mungkin, maka pencegahan ini cukup efektif untuk mengurangi
angka kesakitan dan kematian khususnya pada kasus-kasus seprti kanker serviks,
kanker payudara, dan kanker kolorektal.
3.
Profilaksis Tersier
Profilaksis
tersier dilakukan melalui proses diagnosis dan pengobatan yang tepat. Salah
satu caranya adalah terapi profilaksis, yaitu dengan melakukan pembedahan
profilaktik untuk mencegah perubahan ke arah keganasan.
I.
Penatalaksanaan Neoplasma
Penatalaksanaan untuk neoplasma dan kanker saat ini
adalah melalu terapi. Terapi saat ini yang paling utama adalah operasi, radioterapi,
kemoterapi dan terapi lainnya. Operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi
kanker yang bersifat lokal, sehingga jika terjadi residif lokal, metastasis
jauh, dan diseminasi sulit mengendalikannya. Sehingga terapi operasi dan
radioaktif kurang efektif. Pada kanker stadium lanjut lokal, kemoterapi sering
menjadi satu-satunya pilihan metode terapi efektif.
·
Operasi
Operasi dalam dunia klinis
banyak sekali digunakan. Berdasarkan tujuannya, operasi dibagi menjadi operasi
diagnostik untuk menegakkan diagnosis, operasi kuratif untuk mengangkat tumor,
operasi paliatif, dan operasi invasif minimal. Jenis operasi yang sering
digunakan untuk penatalaksanaan kanker atau neoplasma adalah operasi kuratif.
Operasi kuratif terhadap kanker epitelial adalah reseksi
radikal. Reseksi radikal adalah organ tempat tumor berada seluruhnya atau
sebagian besar berikut kelenjar limfe regionalnya diangkat en blok. Misal pada
mastektomi radikal harus diangkat secara en blok kontinu seluruh kelenjar
mammae, dan otot pektoralis mayor, pektoralis minor di bawahnya, serta jaringan
lemak infiltratif.
Operasi kuratif terhadap
sarkoma adalah reseksi ekstensional. Reseksi ekstensional harus mencakup
seluruh bagian jaringan tempat sarkoma berada dan jaringan lunak profunda di
dekatmya diangkat en blok. Misal pada rabdomiosarkoma anggota badan harus
diangkat sekaligus otot yang terkena dari origo hingga insersio bersama fasia
profundanya. Pada osteosarkoma seluruh batang tulang harus diangkat untuk
mencegah penyebaran tumor melalui sumsum tulang (Wan Desen, 2011).
·
Radioterapi
Radioterapi adalah media terapi
kanker yang memanfaatkan energi radioaktif dan radiasi untuk terapi tumor.
Berdasarkan derajat kepekaan
radiasi, tumor dapat dibagi menjadi 3 jenis :
a.
Tumor peka radiasi
: limfoma, leukemia, seminoma, nefroma, embrional, neuroblastoma
b.
Tumor peka sedang
radiasi : karsinoma sel skuamosa di berbagai lokasi tubuh
c.
Tumor tidak peka
atau resisten radiasi : kebanyakan adenokarsinoma, melanoma, sarkoma jaringan
lunak
Karakteristik radioterapi dalam
penggunaan klinis :
a.
Suatu cara terapi
lokal, tumor peka radiasi dapat disembuhkan
b.
Radioterapi regular
memiliki efek toksik yang membatasi dosisnya
c.
Indikasi luas,
efektivitas jelas, luas digunakan dalam terapi kombinasi(Wan Desen, 2011).
·
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan
penggunaan zat kimia ataupun obat-obatan yang bertujuan untuk
membunuh/menghabisi sel-sel kanker dengan cara meracuninya. Kemoterapi telah
digunakan sebagai standard protocol pengobatan kanker sejak tahun 1950.
Saat ini terdapat lebih dari 50 obat-obatan kemoterapi
yang digunakan. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam tubuh melalui infuse
intravena, suntikan langsung (pada otot, dibawah kulit atau pada rongga tubuh),
ataupun dalam bentuk tablet.
Tergantung jenisnya, kemoterapi dapat diberikan setiap hari, seminggu sekali, tiga minggu sekali bahkan sebulan sekali. Biasanya antara satu siklus kemo dengan siklus kemo lainnya diberikan jarak/jeda bagi tubuh untuk pemulihan.
Tergantung jenisnya, kemoterapi dapat diberikan setiap hari, seminggu sekali, tiga minggu sekali bahkan sebulan sekali. Biasanya antara satu siklus kemo dengan siklus kemo lainnya diberikan jarak/jeda bagi tubuh untuk pemulihan.
Pada pengobatan kanker, kemoterapi dapat diaplikasikan
dengan 3 cara, yaitu:
a.
Kemoterapi sebagai terapi utama
(primer) yang memang ditujukan untuk memberantas sel-sel kankernya.
b.
Kemo sebagai terapi ajuvan
(tambahan) untuk memastikan kanker sudah bersih dan tak kembali. Biasanya
diberikan pada pasien yang baru diangkat tumornya melalui pembedahan ataupun
radioterapi.
c.
Kemo sebagai terapi paliatif, yaitu
hanya bersifat mengendalikan pertumbuhan tumor dan bukan untuk
menyembuhkan/memberantas habis sel kankernya. Terapi ini biasanya dilakukan
untuk pasien dengan stadium lanjut (4B) dimana kanker sudah menyebar ke
organ-organ lain dalam tubuh.
Sebelum kemoterapi dilakukan, biasanya dokter akan
mengadakan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui kondisi penyakit pasien,
kondisi kesehatan pasien secara umum, termasuk kesehatan fungsi hati dan ginjal
pasien.
a.
Kanker Payudara
Pada kasus kanker payudara,
obat-obatan kemoterapi biasanya diberikan dalam bentuk cocktail-perpaduan
beberapa obat, seperti:
·
AC: Antrasiklin &
Cyclophosphamide
·
TC: Taxanes & Cyclophosphamide
·
AC+Taxol® : Antrasilin,
Cyclophosphamide dan Taxol
AC biasa diberikan untuk kasus
kanker payudara yang belum menyebar ke kelenjar getah bening (4 siklus) atau
sudah menyebar ke getah bening (6 siklus). Biasanya diberikan dalam interval 3
minggu.
TC biasanya diberikan untuk wanita
yang terdeteksi kanker payudara stadium awal. Biasa diberikan dalam 4-6 siklus
setiap 3 minggu. Efek sampingnya juga lebih rendah daripada AC.
AC+Taxol biasa diberikan dalam
bentuk 4 siklus AC yang diikuti oleh 4 siklus Taxol dan biasanya diberikan
untuk kanker payudara yang sudah menyebar ke getah bening.
b.
Kanker Serviks
Kemoterapi biasanya merupakan
standard pengobatan kanker serviks yang sudah menyebar. Obat kemo yang paling
sering digunakan adalah Cisplatin, yang biasanya dibarengi dengan radioterapi.
Ada obat-obatan kemoterapi lainnya, seperti:
- Carboplatin
- Paclitaxel
- Fluororacil, 5-FU
- Cyclophosphamide
- Ifosfamide
c.
Kanker Hati
Pada kasus kanker hati stadium
lanjut, biasanya penggunaan obat-obatan kemoterapi terbatas manfaatnya karena
kebanyakan kasus kanker hati stadium lanjut cukup resistant terhadap banyak
obat kemoterapi.
Namun demikian, kemoterapi dapat
digunakan pada kasus kanker hati stadium awal. Berikut ini adalah obat-obatan
kemoterapi yang umum digunakan di negara maju untuk mengobati kanker hati
(hepatocellular carcinoma):
Negara
|
Urutan
Pertama
|
Urutan
Kedua
|
Urutan
Ketiga
|
Eropa
|
Gemcitabine
|
Oxaliplatin
|
Mitomycin
|
Amerika Serikat
|
Gemcitabine
|
Bevacizumab
|
Fluororacil
|
Jepang
|
Epirubicin
|
Gemcitabine
|
Mitomycin
|
Cina
|
Fluororacil
|
Pirarubicin
|
Oxaliplatin
|
d.
Kanker Paru
Pada kasus kanker paru stadium awal, kemoterapi dianggap cukup efektif dan
biasanya dibarengi dengan pengobatan lainnya, seperti: operasi/pembedahan
dan/atau radioterapi.
Untuk kasus kanker paru stadium lanjut (NSCLC), kemoterapi biasanya menjadi
opsi utama pengobatan untuk jenis kanker paru yang sudah menyebar ataupun
ukurannya terlalu besar untuk dioperasi.
Sejak tahun 2006, untuk kasus kasus kanker paru stadium lanjut, biasanya
diobati dengan kombinasi obat target terapi bevacizumab (Avastin®) dengan obat
kemo berbasis platinum, seperti: Carboplatin ataupun Cisplatin.
e.
Leukemia
Kemoterapi biasanya merupakan terapi utama untuk mengobati leukemia, karena
tidak dapat dioperasi. Untuk mengobati leukemia, diperlukan kemoterapi yang
intensif dan pasien biasanya perlu rawat inap di rumah sakit.
Beberapa protocol regimen yang umum digunakan untuk mengobati kasus leukemia
akut adalah:
- daunomycin (Cerubidine) atau idarubicin (Idamycin)
- cytarabine (Cytosar)
Untuk kasus leukimia akut stadium lanjut, biasanya diobati dengan
transplantasi sum-sum tulang, ataupun radio-imunoterapi dan adoptive T-cell
terapi.
J.
Proses Perbaikan Jaringan
Untuk mempertahankan jumlah sel, tubuh menggunakan
mekanisme homeostasis yang dilakukan dengan 3 cara:
1. Kematian
2. Proliferasi
3. Penyelesaian tahap diferensiasi pada sel
Ketika sel dalam tubuh kita ini terjejas, maka sel kita akan rusak. Ketika
sel kita mengalami kerusakan, maka ada kemungkinan proses dalam tubuh kita ini
untuk mati. Ketika sel ini mati, maka sel-sel lain yang ada di sekitarnya akan
mengalami proliferasi, untuk menghasilkan sel-sel baru. Sel-sel yang baru ini
akan berdiferensiasi menjadi sel yang matur, karena sel yang imatur akan
mengganggu proses homeostasis di dalam tubuh. Setelah proses diferensiasi
selesai maka jaringan sudah mampu untuk kembali melakukan fungsinya.
Perlu kita tahu, bahwa proses
perbaikan jaringan yang sempurna hanya mampu terjadi pada sel yang stabil dan
labil, hal ini disebabkan karena fungsi dan kemampuan dari sel tersebut.
-
Sel stabil
Sel stabil
sering dianggap sebagai sel yang sedang beristirahat, dengan maksud bahwa sel
ini memiliki kemampuan replikasi yang rendah. Namun, sel ini juga memiliki
kemampuan untuk bereplikasi dengan cepat ketika terjadi cedera. Proliferasi
fibroblas dan sel otot polos sangat penting dalam proses perbaikan jaringan dan
penyembuhan luka. Sel ini menyusun parenkim pada jaringan kelenjar paling
padat, yaitu: ginjal, hati, sel endotel, dan pankreas.
-
Sel labil
Sel
labil adalah sel yang terus-menerus mengalami pembelahan, namun juga terus
mengalami kematian. Sel yang termasuk
dari sel labil contohnya adalah stem sel. Stem sel memiliki kemampuan untuk
melakukan regenerasi terhadap populasinya, sel ini mampu berproliferasi dengan
kemampuan yang tidak terbatas. Stem sel memiliki 2 kemampuan, yaitu:
1.
Satu sel anak mampu
mempertahankan kemampuannya untuk membelah dalam fungsinya untuk memperbaharui
dirinya.
2.
Sel lain memiliki
kemampuan menjadi sel nonmiotik, untuk melanjutkan kembali fungsi normal
jaringan.
Sel
labil banyak terdapat pada sel hemopoiesis di sumsum tulang dan mewakili
sebagian besar epitel permukaan, yaitu: pada kulit, rongga mulut, vagina dan
serviks.
Pada skenario disebutkan bahwa tokoh pernah dioperasi dan
bekas operasi tersebut kini sudah tidak tampak jelas. Hal tersebut adalah salah
satu contoh proses perbaikan jaringan yaitu penyembuhan luka. Penyembuhan luka
merupakan suatu proses yang kompleks, tetapi umumnya terjadi secara teratur.
Jenis sel khusus secara beruntun pertama-tama akan membersihkan jejas, kemudian
secara progresif membangun dasar (scaffolding)
untuk mengisi setiap defek yang dihasilkan.
Penyembuhan luka dapat dikelompokkan menjadi penyembuhan
primer dan penyembuhan sekunder. Salah satu contoh paling sederhana pemulihan
luka adalah penyembuhan suatu insisi bedah yang bersih dan tidak terinfeksi di
sekitar jahitan bedah, seperti kasus pada skenario. Proses ini disebut dengan
penyatuan primer, atau penyembuhan primer. Insisi tersebut hanya menyebabkan
robekan fokal pada kesinambungan membran basalis epitel dan menyebabkan
kematian sel epitel dan jaringan ikat dalam jumlah relatif sedikit. Akibatnya,
regenerasi epitel menonjol daripada fibrosis. Ruang insisi yang sempit segera
terisi oleh darah bekuan fibrin; dehidrasi pada permukaan menghasilkan suatu
keropeng yang menutupi dan melindungi tempat penyembuhan.
Dalam waktu 24 jam, neutrofil akan muncul pada tepi
insisi, dan bermigrasi menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan
epidermis mulai menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hinga
48 jam, sel epitel dari kedua tepi irisan telah mulai bermigrasi dan
berproliferasi di sepanjang dermis, dan mendepositkan komponen membran basalis
saat dalam perjalanannya. Sel tersebut bertemu di garis tengah di bawah
keropeng permukaan, menghasilkan suatu lapisan epitel yang tidak putus.
Pada hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar dan
digantikan makrofag, dan jaringan granulasi secara progesif menginvais ruang
insisi. Serat kolagen pada tepi insisi sekarang timbul, teteapi mengarah
vertikal dan tidak menjembatani insisi. Proliferasi sel epitel berlanjut,
menghasilkan suatu lapisan epidermis penutup yang menebal.
Pada hari ke-5, neovaskularisasi mencapai puncaknya
karena jaringan granulasi mengisi ruang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih
berlimpah dan mulai menjembatani insisi. Epidermis mengembalikan ketebalan
normalnya karena diferensiasi sel permukaan menghasilkan arsitektur epidermis
matur yang disertai dengan kreatinasi permukaan.
Selama minggu kedua, penumpukan kolagen dan proliferasi
fibroblas masih berlanjut. Infiltrasi leukosit, edema, dan peningkatan
vaskularisasi telah amat berkurang. Proses panjang “pemutihan” dimulai,
dilakukan melalui peningkatan disposisi kolagen di dalam jatingan parut bekas
insisi dan regresi saluran pembuluh darah.
Pada akhir bulan pertama, jaringan parut yang
bersangkutan terdiri atas suatu jaringan ikat sel yang sebagian besar tanpa
disertai sel radang dan ditutupi olehsuatu epidermis yang sangat normal. Namun
tambahan dermis yang hancur pada garis insisi akan menghilang permanen.
Kekuatan regang pada luka meningkat bersama perjalanan waktu.
Jika kehilangan sel atau jaringan terjadi lebih luas,
seperti pada infark, ulserasi radang, pembentukan abses, aau bahkan luka besar,
proses pemulihannya menjadi lebih kompleks. Pada keadaan ini, regenerasi sel
parenkim saja tidak dapat mengembalikan arsitektur asal. Akibatnya, terjadi
pertumbuhan jaringan granulasi yang luas ke arah dalam dari tepi luka, diikuti
dengan penumpukan matriks ekstraseluler serta pembentukkan jaringan parut.
Bentuk penyembuhan ini disebut sebagai penyatuan sekunder, atau penyembuhan
sekunder (Robbins, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Desen, Wan, et al. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinik. Balai Penerbit FKUI: Jakarta http://www.cancerhelps.com/kemoterapi.htm (Diakses pada tanggal
10 September 2012 pukul 19:30)
Guyton. A. C. And
Hall. J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. EGC: Jakarta
Karsono, Bambang. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2003. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 6.
Jakarta: EGC
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7.
Jakarta: EGC
Mansjoer, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Kedua Edisi Ketiga. Media Aeusculapius
FK UI: Jakarta
Price, S. A.
Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC
Sukardja, I. D. G. 2000. Onkologi Klinik Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press
Suega, Ketut, Bakta I Made. 2009. Penanda
Tumor dan Aplikasi Klinik dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi,
Totok. 2009. Dasar Dasar Neoplasma. Lab Patologi FK
UGM: Yogyakarta
Widjono, Yekti W.
2011. Kuliah KBK 2011: Neoplasma. FK
UNS: Surakarta.