Minggu, 30 Maret 2014

Skenario Tutorial Urogenital: Batu Ginjal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batu ginjal, merupakan salah satu penyakit yang banyak menyerang laki laki yang mengenai pada systema uropoetica. Meskipun laki laki jarang mengalami infeksi saluran kemih, tetapi sering mengalami nefrolitiasis ini.
Pembentukan batu sendiri bias terjadi di beberapa tempat, seperti ginjal, urether,vesiva urinaria, hingga urethranya. Berikut adalah scenario tentang batu ginjal.
Andi, 30 tahun datang ke IGD RSDM  karena tiba-tiba merasa nyeri pinggang kiri yang tak tertahankan.Dua minggu yang lalu Andi pernah kencing keluar batu. Andi juga merasakan demam sejak 1 minggu ini. BAK dirasakan anyang-anyangan dan berwarna keruh. Oleh dokter jaga IGD, Andi disuntik obat analgetika.

Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang awal, Andi dikatakan terdapat batu dan infeksi saluran kencing. Kadar Hb 12 g/dL, leukosit 15.000/dL, kreatinin 1,0mg/dL, dan terdapat leukosituria > 50 lbp, dan bakteriuria (+++). Setelah diketahui fungsi ginjalnya baik, dilakukan foto IVP dan hasilnya adanya sumbatan ringan saluran ureter yang disebabkan karena batu ureter ukuran 3mm. Andi disarankan untuk minum banyak dan berolahraga serta control kepoliklinik urologi 1 minggu lagi, selain harus mengonsumsi obat antibiotik, anti nyeri, dan diuretic dan juga mengambil hasil pemeriksaan kultur urine.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah interpretasi gejala dan hasil pemeriksaan pada skenario?
2. Bagaimanakah patofisiologi dan pathogenesis terbentuknya batu?
3. Bagaimanakah faktor-faktor terbentuknya batu?
4. Jelaskan macam-macam batu pada saluran kemih dan komponen penyusunnya!
5. Jelaskan tentang pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan sesuai skenario!
6. Bagaimanakah etiologi, epidemiologi, factor risiko, profilaksis, dan prognosis sesuai dengan kasus?
7. Bagaimanakah diagnosis banding dari kasus di atas?
8. Jelaskan tentang indikasi terapi yang diberikan!
9. Adakah hubungan antara batu dan ISK? Jelaskan!
10. Jelaskan indikasi, prosedur, kontra indikasi, dan interpretasi hasil dari foto IVP dan kultur urine!
11. Bagaimanakah penatalaksanaan kasus pada skenario?

C. TujuanPembelajaran

1. Menjelaskan interpretasi gejala dan hasil pemeriksaan pada skenario.
2. Menjelaskan patofisiologi dan patogenesis terbentuknya batu.
3. Menjelaskan faktor-faktor terbentuknya batu.
4. Menjelaskan macam-macam batu pada saluran kemih dan komponen penyusunnya.
5. Menjelaskan tentang pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan sesuai skenario.
6. Menjelaskan etiologi, epidemiologi, faktorrisiko, profilaksis, dan prognosis sesuai dengan kasus.
7. Menjelaskan diagnosis banding darikasus di atas.
8. Menjelaskan tentang indikasi terapi yang diberikan.
9. Menjelaskan jika ada hubungan antara batu dan ISK.
10. Menjelaskan indikasi, prosedur, kontraindikasi, dan interpretasi
11. Menjelaskan penatalaksanaan kasus pada skenario

BAB II
PEMBAHASAN

1. Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Interpretasi Px Fisik Anyang-Anyangan
Anyang-anyangan berarti rasa ingin berkemih kembali setelah berkemih. Hal ini dapat terjadi jika infeksi saluran kemih sudah menyerang perut bagian bawah, atau batu saluran kemih sudah mendekati buli-buli (Price and Wilson, 2006).
Pemeriksaan Bakteriologik Urine
Pada dasarnya urin steril, dan jumlah bakteri yang banyak dapat menunjukkan adanya infeksi traktus urinarius (UTI) (ginjal, vesika urinaria, atau uretra) atau prostatitis. Menghitung bakteri harus dilakukan melalui inokulasi permukaan lempeng agar nutrient menggunakan sengkelit berkalibrasi yang memberikan 0,01 ml urine. Lempeng agar kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dan koloni yang terbentuk kemudian dihitung (Price and Wilson, 2006).
Indikasi dilakukannya kultur urin antara lain adalah untuk mendiagnosis adanya UTI, cystitis, urethritis, pyelonefritis, indentifikasi patogen, dan untuk panduan terapi antimikrobial (Price and Wilson, 2006).
Jumlah koloni 105 (100.000) atau lebih organisme/ml specimen urin (CFU/ml) yang diambil dari urin pancaran tengah menunjukkan bakteriuria bermakna. Jumlah ini berdasarkan pada studi epidemiologis yang memperlihatkan bahwa individu asimtomatik dengan jumlah koloni besar memiliki risiko sebesar 85% untuk menderita UTI. Sedangkan bila seseorang memiliki tanda atau gejala UTI (demam, disuria, sering berkemih), dan jumlah koloni kurang dari 105 CFU/ml merupakan tanda yang signifikan (Price and Wilson, 2006).
Agar pemeriksaan urine secara bakteriologi ini dapat dipertanggungjawabkan, maka specimen yang digunakan harus bebas kontaminasi bakteri. Sebelumnya, pasien diinstruksikan untuk mencuci daerah sekitar meatus urinarius dengan sabun dan air. Kemudian specimen urine pancaran tengah ditampung dan dikumpulkan dalam suatu wadah khusus yang steril dan bersih. Urine diperiksa dalam jangka waktu 30 menit atau ditambah bahan pengawet dan dimasukkan dalam lemari pendingin bersuhu 4oC (Price and Wilson, 2006).
Uji skrining untuk bakteri bergantung pada kemampuan bakteri gram negative untuk mengubah nitrat urine menjadi nitrit, dengan aktivitas suatu kromogen. Negative palsu terjadipada infeksi organism seperti enterokokus, stafilokokus saprofitikus, dan organism lain yang tidak menghasilkan nitrit, atau jika urine tidak ditahan cukup lama dalam vesika urinaria untuk mengubah nitrat menjadi nitrit (sekitar 4 jam). Oleh karena itu, urine yang baik untuk pemeriksaan adalah urine pada pagi hari (Price and Wilson, 2006).
Interpretasi hasil kultur urin:
100 - 103 = Koloni tidak tumbuh, mungkin terjadi kontaminasi oleh kuman yang terdapat di kulit atau vagina.
103 – 105 = Kontaminasi atau terlambat dalam pemeriksaan laboraturium
> 105 = Infeksi
(Price and Wilson, 2006)
Pemeriksaan Intravena (IVP)
Prosedur yang lazim pada IVP adalah foto polos radiografi abdomen yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media kontras intravena. Media kontras bersirkulasi melalui aliran darah dan jantung menuju ginjal tempat media kontras diekskresi. Sesudah disuntikkan, maka setiap menit selama 5 menit pertama dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh gambaran korteks ginjal (Price and Wilson, 2006).
Pada glomerulonefritis, korteks tampak menipis. Pada pielonefritis dan iskemia, korteks tampak seakan-akan termakan oleh ngengat. Pengisian adekuat dari kaliks akan terevaluasi pada pemeriksaan radiografi menit ke-3 dan ke-5. Foto lain yang diambil pada menit ke-15 dapat memperlihatkan kaliks, pelvis, dan ureter. Struktur-struktur ini akan mengalami distorsi bentuk apabila terdapat kista, lesi, dan obstruksi. Foto terakhir diambil pada menit ke-45 yang memperlihatkan kandung kemih (Price and Wilson, 2006).
Kontraindikasi relative untuk pemeriksaan IVP antara lain, riwayat alergi terhadap kontras media, gangguan fungsi ginjal, diabetes, myeloma multipel, dehidrasi, penyakit jantung terutama aritmia (Sudoyo et al, 2010)

2. Patofisiologi dan Patogenesis terbentuknya batu

Tiba-tiba timbul nyeri kolik mulai dari pinggang hingga testis pada laki-laki atau ovarium pada perempuan. Pada posisi apapun pasien sangat kesakitan kadang-kadang disertai perut kembung, mual, muntah, gross hematuri. Diag¬nosis gangguan ini ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium dan BNO/ IVP, pada pemeriksaan laboratorium terlihat urine banyak mengandung eritrosit (Purnomo, 2005).
Tindakan penanggulangan pada gangguan ini kalau perlu dilakukan tindakan operasi. Ada kalanya tidak perlu dilakukan operasi, hal ini ber-gantung pada besar-kecilnya batu. Untuk batu yang kecil dengan bentuk memanjang kurang dari 1 cm, diperkirakan dapat turun ke kandung kemih, diberikan terapi konservatif yaitu pemberian diuretika, antispasmodik, antibiotik, pasien dianjurkan untuk banyak minum. Dan observasi dilakukan selama kurang lebih 3-6 bulan (Purnomo, 2005).
Apabila terjadi obstruksi saluran kemih dalam waktu lama maka akan mnyebabkan kencingnya tidak bisa keluar dan tersumbat pada saluran kecing, hal ini dapat menyebabkan kuman dapat tumbuh di tempat tersebut sehingga bisa mnyebabkan infeksi saluran kencing (Purnomo, 2005).
Teori pembentuk Batu :
1.  Teori inti / nukleus Kristal dan benda asing di dalam urine merupakan media pengendapan partikel - partikel yang berada dalam larutan urine yang sangat jenuh (supersaturated) sehingga terbentuk batu (heri, 2011). 
2. Teori matriks Matriks organik yang berupa serum / protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) di urine menjadi kerangka tempat diendapkannya kristal - kristal di urine (Heri. 2011).
3. Penghambat kristalisasi Beberapa substansi dalam urine ( seperti : magnesium, sitrat, pirofosfat, dan rnukoprotein ) bersifat menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau tidak adanya substansi ini akan mememungkinkan terjadinya kristalisasi (Heri, 2011).
3. Faktor-faktor terbentuknya batu
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) ( Basuki, 2011).
Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor – faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya ( Basuki, 2011).
Faktor intrinsik itu antara lain adalah:
1. Hereditair (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur: sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki – laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
( Basuki, 2011)
Beberapa faktor ekstrinsik antara lain:
1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerha lain sehingga dikenal sebagai daerha stone belt (sabuk batu), sedangkan daerh Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu dan saluran kemih
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit saluran kemih
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life
( Basuki, 2011)

4. Macam macam batu 
Macam-macam batu ginjal :
1. Batu Oksalat / Kalsium Oksalat.Asam oksalat di dalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor oksalat yang cukup besar, sejumlah 30%- 50% dikeluarkan sebagai oksalat urine. Manusia tidak dapat melakukan metabolisme oksalat, sehingga dikeluarkan melalui ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (kopi, coklat), maka terjadi akumulasi oksalat yang memicu terbentuknya batu oksalat di ginjal/kandung kemih  (Susilowati, 2012).
2. Batu Struvit. Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat. Batu tersebut terbentuk di pelvis ginjal . Batu struvit terbentuk karena adanya infeksi di saluran kemih (Susilowati, 2012)
3. Batu Urat. Batu urat terbentuk akibat akumulasi asam urat hasil oksidasi purin. Makanan yang mengandung purin seperti daging sapi, daging bebek, jerohan, ikan sardine, kacang tanah, kacang mede, emping, daun singkong, kangkung, bayam (Susilowati, 2012).
4. Batu Sistin. Sistin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil. Kelarutannya semakin kecil jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan mengendap dalam bentuk kristal  dalam ginjal/saluran kemih sehingga membentuk batu (Susilowati, 2012).
5. pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal setiap ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. (Purnomo, 2009)
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk semua jenis batu tanpa tergantung kepada radiolusen atau radioopak. Di samping itu dapat ditentukan ruang dan lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu. (Purnomo, 2009)
Pada pemeriksaan dengan CT-Scan, kontras dapat diberikan maupun tidak. Pemeriksaan dengan CT-Scan ini umumnya dilakukan untuk mengetahui batu yang ada di ginjal. Dapat bersifat informatif tentang morfologi dan kelainan ginjal, beserta morfologi batu. (Purnomo, 2009)
Pemeriksaan fisik
1. Adanya nyeri ketok di daerah kosto-vertebra.
2. Palpasi biasanya teraba ginjal yang sakit akibat hidronefrosis
3. Ada tanda-tanda gagal ginjal dan retensi urin
4. Jika ada infeksi terdapat gejala demam dan menggigil (Purnomo, 2009)

6. Bagaimanakah etiologi, epidemiologi, factor risiko, profilaksis, dan prognosis sesuai dengan kasus?
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, idiopatik.  (Basuki, 2011)

Faktor Resiko dan Epidemiologi
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yaitu:
1). Faktor intrinsik, meliputi:
Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
2). Faktor ekstrinsik, meliputi:
Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
Iklim dan temperatur.
Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life). ( Basuki, 2011)
Profilaksis
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
Aktivitas harian yang cukup
Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
Rendah oksalat
Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
Rendah purin
Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II (  Basuki, 2011)
Prognosis
Prognosis untuk kasus pada skenario yang mengalami batu ureter dan disertai dengan ISK apabila mendapat penanganan yg tidak tepat, akan mengakibatkan komplikasi seperti pyonephritis, pyelonephritis, dan urosepsis.
Jika mendapat penanganan yang baik, batu dapat dikeluarkan 100% dan prognosa baik. Namun, untuk kasus batu ureter harus di follow up secara rutin karena dapat residif pada pasien yang sebelumnya pernah punya riwayat batu ureter. Follow up ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan metabolik seperti glukosa darah, protein, bilirubin dan darah samar. ( Basuki, 2011)
7. DD
Berdasarkan di skrenario penderita pernah kencing berupa batu yang berarti sebelumnya pernah terkena batu ginjal kemudian pasien menunjukkan gejala adanya ISK dan setelah di IVP terdapat batu ureter dengan jenis struvit karena terjadi tetika adanya ISK

8. Indikasi terapi yang diberikan
Analgetik sebagai Obat penghilang nyeri, seperti: golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat, kombinasi parasetamol dan kodein, atau injeksi morfin), golongan analgesik opioid (morphine sulfate, oxycodone dan acetaminophen, hydrocodone dan acetaminophen), golongan analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-inflamasi non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Antiemetic (metoclopramide) jika mual atau muntah. Antibiotik jika ada infeksi saluran kemih, misalnya: ampicillin plus gentamicin, ticarcillin dan clavulanic acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk mengeluarkan batu ginjal dapat juga dengan obat golongan calcium channel blockers atau penghambat kalsium (nifedipine), golongan alpha-adrenergic blockers (tamsulosin, terazosin), golongan corticosteroids atau glukokortikoid, seperti: prednisone, prednisolone (Anurogo, 2009)
9. Hubungan antara batu dan ISK
ISK merupakan reaksi inflamasi sel –sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Dapat menyerang pasien dari segala usia . sejauh ini, diektahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berbiak di dalam media urine. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui beberapa cara; ascending, hematogen. Limfogen dan langsung. Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup komensal di dalam introitus vagina, preputium penis, kulit perineum dan sekitar anus. Pada pria, mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostat – vas deferans – testis – buli – buli dan sampai ke ginjal . ( Basuki, 2011) 
Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitell saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent meningkat.
Mekanisme wash out
Sebenarnya, pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urine, yaitu aliran urine yang mampu membersihkan kuman – kuman yang ada di dalam urine. Gangguan dari mekanisme itu menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada urotelium. Supaya aliran urine adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out  adalah jika, jumlah urine cukup dan tidak ada hambatan di dalam saluran kemih. Oleh karena itu, kebiasaan jarang minum dan pada gagal ginjal, menghasilkan jumlah urine yang tidak adekuat sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.
Keadaan lain yang bisa mempengaruhi aliran urine dan menghalangi mekanisme wash out adalah; stagnasi urin, didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang diapakai sebagai tempat persembunyian oleh kuman.
Stagnasi urin, bisa terjadi pada keadaan:
1. Miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing
2. Obstruksi saluran kemih sperti pada BPH, striktura uretra, batu saluran kemih atau obstruksi karena sebab lain
3. Adanya kantong – kantong di dalam saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik, misal pada divertikula
4. Adanya dilatasi atau sistem refluks sistem urinaria.
Batu saluran kemih, benda asing di dalam saluran kemih  (diantaranya adalah penggunaan kateter menetap) dan jaringan atau sel – sel kanker yang nekrosis kesemuanya merupakan tempat persembunyian bakteri sehingga sulit dibersihkan oleh aliran urin.
Dalam kasus di skenario 2 ini, terjadi infeksi saluran kemih yang ditunjukkan dengan adanya bakteriuria (+++). ISK berhungungan dengan adanya batu saluran kemih yang terbukti dikeluarkan saat kencing. ISK dan batu kemih berhubungan secara reversibel. Batu kemih dapat menyebabkan ISK dan ISK merupakan salah satu etiologi terjadinya batu kemih.
Proses terbantuknya batu saluran kemih
Batu saluran kemih terbentuk pada tempat – tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin). Batu tersusun atas kristal – kristal berbahan organik ataupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal – kristal tersebut berada dalam keadaan metastabel (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan tertentu yang mneyebabkan terjadinya prseipitasi kristal. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solut dalam urin, laju aliran urin dalam slauran kemih atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai batu ( Basuki, 2011).
Kristal  presipitasi  inti batu (nukleasi)  agregasi  menarik bahan – bahan lain  kristal menjadi lebih besra (masih rapuh, belum cukup mampu membuntu saluran kemih)  agregat kristal  menempel di epitel saluran kemih  retensi kristal  bahan – bahan lain mengendap  batu cukup besar  menyumbat ( Basuki, 2011).
Penghambat pembentukan batu saluran kemih
Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat terbetuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal hingga retensi kristal ( Basuki, 2011). 
Ion magnesium menghambat pembentukan batu melalui ikatannya dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalatsehingga jumlah oksalat yang berikatan dengan kalsium untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan kalsium membentuk garam kalsium sitrat sehingga jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat ataupun fosfat akan berkurang ( Basuki, 2011).
Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya sel – sel darah merah di dalam urine. Secara visual terdapatnya sel – sel darah merah dalam urine dibedakan dalam dua keadaan:
1. Makroskopik: hematuria yang dapat dilihat secara kasat mata sebagai urine yang berwarna merah
2. Mikroskopik: diketemukannya lebih dari 2 sel darah merah per lapang pandang
( Basuki, 2011)
Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mangancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa; terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urine sehingga menimbulkan syok hipovolemik / anemi dan menimbulkan urosepsis ( Basuki, 2011).
Penyebab hematuria antara lain adalah:
1. Infeksi / inflamasi seperti pielonefritis, ureteritis, sistitis dan uretritis
2. Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor Wilm, tumor Grawitz, tumor pielum dll
3. Kelainan bawaan sistem urogenitalia antara lain kista ginjal dan ren mobilis
4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia
5. Batu saluran kemih
( Basuki, 2011)
10. Indikasi, prosedur, kontra indikasi, dan interpretasi hasil dari foto IVP dan kultur urine
Foto IVP
Indikasi 
- Renal agenesis

- Polyuria 

- BPH

- Congenital Anomali pada ginja dan ureter

- Hidronefrosis

- Pyelonefrosis
- Renal hipertensi ( Basuki, 2011)

Kontraindikasi 
- Alergi terhadap media kontras
- Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
- Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
- Multi myeloma
- Neonatus
- Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
- Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
- Hasil ureum dan creatinin tidak normal. 
( Basuki. 2010 )
Prosedur 
Prosedur yang lazim pada IVP adalah foto polos radiografi abdomen yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media kontras intravena. Media kontras bersirkulasi melalui aliran darah dan jantung menuju ginjal tempat media kontras diekskresi. Sesudah disuntikkan, maka setiap menit selama 5 menit pertama dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh gambaran korteks ginjal (Price and Wilson, 2006).

 Interpretasi hasil IVP
1. Foto 5 menit post injeksi
Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
2. Foto 15 menit post injeksi
Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.
3. Foto 30 menit post injeksi (full blass)
Tampak blass terisi penuh oleh kontras
4. Foto Post Mixi
Tampak blass yang telah kosong. 
( Basuki, 2011)

Kultur urin
Indikasi
Indikasi dilakukannya kultur urin antara lain adalah untuk mendiagnosis adanya UTI, cystitis, urethritis, pyelonefritis, indentifikasi patogen, dan untuk panduan terapi antimikrobial. (Price and Wilson, 2006)
Prosedur
Prosedur dalam pemeriksaan kultur urin dimulai dari tekni pengambilan spesimen yang benar, yaitu urin. Teknik yang digunakan yaitu:
a. Punksi Suprapubik
Pengambilan urin ini dilakukan langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum yang steril. Tindakan aspesis yang dilakukan harus bak dan benar, anetesi yang dilakukan juga harus lokal pada daerah yang akan diambil.
b. Kateterisasi
Dimabil dengan jarum dan semprit yang steril. Tempat penusukan kateter harus sedekat mungkin dengan uung kateter. Pada pengambilan cara ini karena berisiko untuk terjadi kontaminasi dan infeksi yang lebih parah, maka sudah jarang dilakukan.
c. Urin Porsi Tengah (mid-stream)
Merupakan teknik yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.

Cara pengambilan pada wanita
1. Bersihkan daerah vagina sebelum melakukan pengambilan urine. Dibersihkan dengan povidone-iodine kemudian dilanjutkan dengan kasa yang dicelupkan dalam kapas yang hangat dan kasa steril. Biarkan kering.
2. Pisahkan kedua labia dengan 2 jari. Kemudian dibersihkan dengan kasa yang telah dibasahi dengan air hangat. Arahnya dari depan ke belakang.
3. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Sepertiga urin awal dibuang, kemudian sepertiga urin yang tengah ditampung dalam tabung yang sudah disiapkan dan sudah disterilkan terlebih dahulu. Kemudian sepertiga terkahir urin dibuang kembali
4. Kemudian ditutup kembali, jangan dibuka jika belum akan digunakan. Diberi label identitas dan segera dikirim ke laboratorium.

Cara pengambilan pada pria
1. Tarik preputium dengan satu tangan ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan dengan povidone-iodine kemudian dilanjutkan dengan kasa yang dicelupkan dalam kapas yang hangat dan kasa steril.Biarkan kering.
2. Kemudian mulai berkemih. Spertiga urin awal dibuang, sepertiga urin mid-stream ditampung, dan sepertiga terakhir dibuang kembali.
3. Tutup kembali, jangan dibuka jika belum akan digunakan. Diberi label identitas dan segera dikirim ke laboratorium.

Sampel urin yang baik adalah:
1. Urin sewaktu. Urin ini merupakan urin segar yang baru saja dikemihkan. Urin akan mengalami kerusakan kandungan di dalamnya setelah 2 jam. Oleh karena itu, urin harus segera diperiksa.
2. Bila tidak segera dipakai, urin harus disimpan dalam suhu 40C. Pada penyimpanan ini urin bertahan 24 jam. Sedangkan dengan menggunakan formaldehid 72 jam.
3. Urin yang digunakan sebagai pemeriksaan non-bakteriologis, biasanya digunakan urin pagi hari pertama kali, karena belum mengalami perubahan warna, perubahan pH dan perubahan Urobilinogen menjadi urobilin.
Spesimen disiapkan dalam container, kemudian dengan menggunkan metode kaliberating loop, spesimen diambil dengan kaliberating loop dan digoreskan pada media nutrient agar diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 350C. Sedangkan, dengan menggunkan mikropipet, sebelum diambil dengan mikropipet, spesimen harus dicampur terlebih dahulu dan bagian atas campuran dibuang. (mikropipet: 0.01 ml dan 0.001 ml). ( Basuki, 2011)
Interpretasi hasil 
Interpretasi hasil kultur urin:
100 - 103 = Koloni tidak tumbuh, mungkin terjadi kontaminasi oleh kuman yang     terdapat di kulit atau vagina.
103 – 105 =   Kontaminasi atau terlambat dalam pemeriksaan laboraturium
> 105 =  Infeksi (Price and Wilson, 2006)
11. Penatalaksanaan
a. Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral  minimal 48 jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut (Sukandar, 2009).
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga  alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida (Sukandar, 2009).
b. Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan, pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari (Sukandar, 2009).
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram(Sukandar, 2009).
c. Antibiotik ISK
i. Infeksi saluran kemih atas : Antibiotik (IV) misal : sefuroksim
ii. ISK bagian bawah : Antibiotik oral misalnya trimetroprim, koamoksilklav, siprofloksasin.
(mandal. 2006)

d. Penatalaksanaan Batu GInjal
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan : obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial (Sudoyo, 2009).
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti di atas tetapi diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalakankan profesinya, dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih (Sudoyo, 2009).
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laporoskopi, atau pembedahan terbuka (Sudoyo, 2009).
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih (Sudoyo, 2009).
ESWL (Extrocorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau tanpa ada pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria (Sudoyo, 2009).
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui urethra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah (Sudoyo, 2009).
1. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke dalam sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil (Sudoyo, 2009).
2. Litotripsi: memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat memecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik (Sudoyo, 2009).
3. ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan uteroskopi ini (Sudoyo, 2009). 
4. Ekstrasi Dormia: mengeluarkan baru ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia (Sudoyo, 2009).
Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter (Sudoyo, 2009).
Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi dan ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitotomi atau nefrolitototmi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjalnya karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun (Sudoyo, 2009).

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN:
1. Nyeri punggung yang diderita pasien disebabkan oleh adanya batu pada saluran kemih pasien.
2. Jenis-jenis batu yang dapat menghambat saluran kemih adalah batu oksalat, batu struvit, batu sistin dan batu urat.
3. Dibutuhkan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mengetahui diagnosis pasti dan mengetahui letak batu seperti dengan USG dan CT-Scan.
4. Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, idiopatik.
5. Diperlukan terapi yang tepat untuk menghilangkan batu pada saluran kemih tersebut dan juga pemberian antibiotik untuk menangani ISK.
6. Prognosis untuk kasus pada skenario yang mengalami batu ureter dan disertai dengan ISK apabila mendapat penanganan yg tidak tepat, akan mengakibatkan komplikasi seperti pyonephritis, pyelonephritis, dan urosepsis.

B. SARAN
1. Untuk mahasiswa, diharapkan lebih aktif dalam berdiskusi dan menyiapkan materi diskusi sebelumnya dengan lebih baik.
2. Moderator lebih dapat memancing anggota kelompok yang kurang aktif agar diskusi lebih hidup.
3. Diharapkan pula untuk lebih baik dan lebih teratur dalam pengerjaan dan pengumpulan bahan laporan.
4. Untuk pasien diharapkan menuruti saran dokter untuk banyak minum dan berolahraga serta mengkonsumsi obat secara teratur. 

Daftar Pustaka
Purnomo B B. 2005. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Heri, suryawan. 2011. Pembentukan Batu Ginjal. http://doknet.tripod.com/teori.htm diakses pada : 3 maret 2013 : 19.00
Anurogo, dito. 2009. Tips praktik mengenali batu ginjal. http://aa-ginjal.com/2009/12/tips-praktis-mengenali-batu-ginjal.html. Diakses 3 april 2013 ; 10.00
Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 
Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In Sukandar E. 2009. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 
Mandal, B.K Et al. 2006. Lecture Notes Penyakit Infeksi edisi keenam. Jakarta : Erlangga
Sudoyo, Aru W., et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi kelima. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Susilowati, Endang. 2012. Macam Batu Ginjal. http://www.advancemiracledoctor.com. Diakses pada : 3 Maret 2013: 19.00
Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-Dasar Urologi. Sagung Seto: Jakarta
Price, S. A., Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV Sagung Seto.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: EGC.