SKENARIO 1: Abortus Imminens
Tidak mendapatkan haid sejak 3 bulan yang lalu
Amenore
Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk
sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorea sekunder lebih menunjuk kepada
sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi,
gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain
(Wiknjosastro et.al, 1999).
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan
ginekologik, banyak kasus amenorea dapat diketahui sebabnya (Wiknjosastro
et.al, 1999).
Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang
jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut (Wiknjosastro et.al, 1999):
1. Pemeriksaan foto rontgen dari thorax terhadap tuberculosis
pulmonum, dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada
sella tersebut.
2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya
estrogen yang dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.
3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes
mellitus.
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan
luasnya lapangan visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium,
dan untuk mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau, jika ada
fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula thyroidea.
Tes Kehamilan
Diagnosis kehamilan membutuhkan 3 alat diagnostic
utama, yaitu pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, evaluasi laboratorium,
dan ultrasonografi (Shields, 2009).
Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
Penjelasan tentang pola menstruasi, termasuk tanggal
onset menstruasi yang terakhir, durasi, aliran, dan frekuensi. Hal-hal yang
mungkin dapat membingungkan diagnosis awal kehamilan termasuk periode mestruasi
terakhir yang atipikal, penggunaan kontrasepsi, dan riwayat menstruasi yang
ireguler. Apalagi, sebanyak 25% wanita mengalami perdarahan sepanjang trimester
pertama, yang selanjutnya membuat diagnosis semakin rumit (Shields, 2009).
Kewaspadaan diperlukan terhadap peningkatan kadar
human chorionic gonadotropin (hCG), uterus yang kosong pada sonogram, nyeri
abdomen, dan perdarahan per vaginam karena mungkin menandakan adanya kehamilan
ektopik. Kehamilan ektopik adalah penyebab primer dari mortalitas maternal pada
trimester I dan harus didiagnosa lebih awal, sebelum kehamilan rupture atau
pasien menjadi tidak stabil (Shields, 2009).
Presentasi klasik dari kehamilan adalah wanita dengan
pola menstruasi regular yang menunjukkan gejala amenorea, nausea, vomiting,
malaise secara umum, dan payudara yang terasa lunak (Shields, 2009).
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan uterus yang membesar
melalui pemeriksaan bimanual, perubahan payudara, dan perlunakan serta
pembesaran cervix (tanda Hegar; diobservasi pada kira-kira 6 minggu). Tanda
Chadwick, yang merupakan perubahan warna menjadi biru dari cervix karena
kongesti vena, dapat diobservasi pada 8-10 minggu. Uterus pada kehamilan dapat
dipalpasi rendah di abdomen jika kehamilan telah berkembang cukup, biasanya
sekitar 12 minggu. Dewasa ini, melalui penggunaan pemeriksaan kimia dan USG,
dokter dapat lebih cakap dalam mendiagnosis kehamilan sebelum muncul tanda
fisik dan gejala klinis (Shields, 2009).
Evaluasi laboratorium
Beberapa hormone dapat digunakan, paling umum
digunakan adalah subunit beta dari hCG. Selain itu digunakan juga progesterone
dan faktor kehamilan awal (Shields, 2009).
Sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas masing-masing
mensekresi berbagai hormone yang termasuk corticotrophin-releasing hormone,
thyrotropin-releasing hormone, somatostatin, corticotrophin, human chorionic
thyrotropin, human placental lactogen, inhibin/activin, transforming growth
factor beta, insulinlike growth factor 1&2, epidermal growth factor,
precnancy-specific beta-1 glycoprotein, placental protein 5, dan
pregnancy-associated plasma protein-A. Tetapi tidak ada tes yang dapat tersedia
untuk pemeriksaan hormone-hormone ini (Shields, 2009).
hCG adalah glikoprotein yang secara structural sama
dengan FSH dan LH, terdiri dari subunit alfa dan beta (Shields, 2009).
Pemeriksaan subunit beta hCG, yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis
kehamilan, diakui mempunyai angka kegagalan (kira-kira 1%). Selain itu, hasil
pemeriksaan dapat positi pada koriokarsinoma ovarium non gestasional atau pada
tumor saluran cerna atau testis yang jarang. Namun demikian pemeriksaan
sub-unit beta hCG yang positif dapat dianggap sebagai bukti kehamilan yang
beralasan. Hasil pemeriksaan kehamilan positif sejati diikuti negative sejati
dapat menunjukkan adanya abortus. Metode-metode utama untuk menentukan sub-unit
hCG adalah sebagai berikut (Benson & Pernoll, 2008):
1. Tes imunologis
Didasarkan
pada potensi antigenic hCG (aglutinasi langsung atau tidak
langsung sel darah merah yang sudah disensitisasi atau partikel lateks).
Memerlukan gelas objek untuk reagen, dengan waktu beberapa menit hingga lebih
dari satu jam. Sensitivitas tes ini berbeda-beda secara luas (250-1400 mIU/ml).
2. Radioimmunoassay (RIA)
Memerlukan alat
penghitung gamma agar mempunyai sensitivitas tertinggi. Dapat dilaporkan dalam
waktu <90> 90>
3. Pemeriksaan Radioreseptor (RRA)
Mengukur
aktivitas biologis pengikatan hCG dengan membrane korpus luteum sapi secara in
vitro. Sayangnya, hCG dan hLH tidak dapat dipisahkan dengan RRA. RRA yang
tersedia di pasaran, Biocept G, mengatur titik negative yang tinggi untuk
menghindari hasil positif palsu. Namun ketepatan pemeriksaan ini tidak
mendekati kepekaan RIA atau ELISA.
4. Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan
ELISA menggunakan antibody monoclonal spesifik yang dihasilkan dengan teknologi
sel hibrida. Pada ELISA, enzim menginduksi perubahan warna yang menunjukkan
kadar hCG. RIA, RRA, atau ELISA dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan
pada 8-12 hari setelah ovulasi. hCG mempunyai waktu penggandaan 1,2-2,5 hari
selama 10 minggu pertama kehamilan, kemudian disertai penurunan lambat sampai
sekitar 5000 mIU/ml.
Pemeriksaan
tabung lateks atau pemeriksaan slide spesifik beta terkini yang didasarkan pada
aglutinasi dan aglutinasi-inhibisi masih memadai untuk mendiagnosis kehamilan
normal >1-2 bulan. Namun demikian pemeriksaan ELISA biasanya dapat
mendeteksi kehamilan lebih awal dan lebih akurat, meskipun setelah kehamilan,
pemeriksaan ELISA memerlukan waktu beberapa minggu untuk menjadi negative.
Karena itu, RIA akan terus menjadi metode yang digunakan untuk penelitian
kuantitatif serial kehamilan-kehamilan bermasalah, terutama penyakit
trofoblastik.
Ultrasonografi (USG)
Dengan USG, kehamilan dapat didiagnosis mulai minggu
keempat dan untuk anak kembar mulai minggu keenam. Real-time USG dengan
resolusi tinggi dapat menentukan usia kehamilan dengan tepat, terutama selama
paruh pertama usia kehamilan. Selama waktu ini, keakuratan USG menentukan usia
kehamilan adalah dalam rentang 1 minggu pada 95% kasus. Berbagai parameter,
misalnya panjang kepala-bokong, diukur tergantung usia hasil pembuahan (Benson
& Pernoll, 2008).
Mengeluarkan darah dari vagina sedikit-sedikit
Simptomatologi penyakit-penyakit ginekologik untuk
bagian terbesar berkisar antara 3 gejala pokok, yaitu 1) perdarahan; 2) rasa
nyeri; dan 3) pembengkakan (Wiknjosastro et.al, 1999).
Perdarahan yang didahului haid yang terlambat biasanya
disebabkan oleh abortus, kehamilan mola, atau kehamilan ektopik. Walaupun demikian,
kemungkinan perdarahan karena polypus servisis uteri, erosio porsionis uteri,
dan karsinoma servisis uteri tidak dapat disingkirkan begitu saja tanpa
pemeriksaan yang teliti (Wiknjosastro et.al, 1999).
Penyebab perdarahan per vaginam abnormal
Penyebab organic (Norwitz & Schorge, 2006).
1. Penyakit saluran reproduksi
- Kondisi terkait kehamilan merupakan penyebab paling
umum pada wanita usia subur, misal aborsi, aborsi inkomplet, dan aborsi yang
tidak dikenali; kehamilan ektopik; penyakit trofoblastik gestasional.
Perdarahan implantasi, juga sering pada mestruasi pertama yang tidak terjadi.
- Lesi uterus umumnya menyebabkan menoragia atau
metroragia dengan menambah luas daerah permukaan endometrium, mengacaukan
pembuluh darah endometrium, atau membuat permukaan menjadi rapuh/meradang.
- Lesi serviks biasanya mengakibatkan metroragia
(khususnya perdarahan pasca coitus) atau erosi atau trauma rangsang.
- Penyebab iatrogenic, mencakup IUD, steroid
oral/suntik, dan obat penenang atau psikotropika lain.
2. Penyakit sistemik
- Diskrasia darah seperti penyakit von Willebrand dan
defisiensi protrombin serta kelainan lain yang mengakibatkan defisiensi
trombosit.
- Hipotiroidisme; tidak terkait kelainan menstruasi,
tetapi mungkin menyebabkan oligomenorea atau amenorea.
- Sirosis karena berkurangnya kapasitas hati untuk
memetabolisme estrogen.
Penyebab disfungsional (endokrinologi) (Norwitz & Schorge, 2006).
Diagnosis PUD (Perdarahan Uterus Disfungsional) dapat
ditegakkan setelah penyebab organic, sistemik, dan iatrogenic untuk perdarahan
per vaginam telah disingkirkan (diagnosis per eksklusionam).
1. PUD anovulatoris
- Jenis dominan pada masa pascamenarke dan pramenopause
karena perubahan fungsi neuroendokrinologis.
- Ditandai oleh produksi estradiol-17 beta terus menerus
tanpa pembentukan corpus luteum dan pelepasan progesterone.
- Estrogen berlebih menyebabkan proliferasi endometrium
terus menerus, kemudian menghasilkan suplai darah berlebih dan dikeluarkan
dengan mengikuti pola irregular dan tidak dapat diprediksi.
2. PUD ovulatoris
- Insidensi: sampai dengan 10% dari wanita yang
berovulasi.
- Bercak darah pada pertengahan siklus setelah lonjakan
LH biasanya bersifat fisiologis. Polimenorea paling sering terjadi akibat
pemendekan fase folikular dari menstruasi. Sebagai alternative, fase luteal
mungkin memanjang akibat korpus luteum yang menetap.
Perdarahan pada trimester I
Diagnosis banding perdarahan pada trimester I (Granger & Pattison,
1994):
1. abortus
2. mola hidatidosa
3. kelainan local pada vagina/cervix:
- varises
- perlukaan
- carcinoma
- erosi
- polip
4. kehamilan ektopik terganggu
5. menstruasi dan hamil normal
KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik
ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di
tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan
ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga
banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang
berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan
pada pars interstisialis tuba dan kehamilan pada serviks uteri (Wiknjosastro,
2009).
kehamilan intra dan ekstrauterin
kombinasi kehamilan
intrauterin dan kehamilan tuba terjadi kurang lebih 1 kali di antara 6000 kehamilan.
Kombinasi ini biasanya terjadi pada kehamilan kembar dengan satu ovum yang
dibuahi berimplantasi di kavum uteri dan ovum yang lain berimplantasi di tuba.
Dalam hal ini biasanya terjadi gangguan kehamilan tuba yang memerlukan tindakan
operasi, dan kemudian ternyata bahwa uterus tumbuh terus berhubung dengan masih
adanya kehamilan dalam uterus (Wiknjosastro, 2009).
Mola hidatidosa
Mola hidatidosa ialah
kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka
vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran
yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada
villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan
mengeluarkan hormon, yakni human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah
yang lebih besar daripada kehamilan biasa (Wiknjosastro, 2009).
Uterus membesar lebih
cepat dari biasa, penderita mengeluh tentang mual dan muntah, tidak jarang
terjadi perdarahan per vaginam. Kadang-kadang pengeluaran darah disertai dengan
pengeluaran beberapa gelembung villus, yang memastikan diagnosis mola
hidatidosa (Wiknjosastro, 2009).
Frekuensi mola umumnya
pada wanita di Asia lebih tinggi ( 1 dari 120 kehamilan ) daripada wanita di
negara-negara barat ( 1 dari 2000 kehamilan ),. Tentang nasibnya kehamilan
tidak normal ini dapat dikatakan, bahwa mola keluar sendiri atau dikeluarkan
dengan suatu tindaka; pengeluaran sendiri biasanya disertai dengan perdarahan
yang banyak (Wiknjosastro, 2009).
Dari mola yang
sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblast yang bersifat ganas. Tumor ini
ada yang kadang-kadang masih mengandung villus di samping trofoblast yang
berfloriferasi, dapat mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal, dan
dinamakan mola destruens ( invasive mole, penyakit trofoblast ganas jenis
villosum). Selain itu terdapat pula tumor trofoblast yang hanya terdiri dari
atas sel-sel trofoblast tanpa stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di
otot uterus tetapi menyebar ke alat-alat lain ( koriokorsinoma, penyakit trofoblast
ganas non villosum ) (Wiknjosastro, 2009).
Payudara tegang, mual, dan muntah-muntah terutama pagi
hari
Payudara Tegang
Perubahan kelenjar payudara yang berhubungan dengan
haid
Pada waktu haid payudara agak membesar dan tegang dan
pada beberapa wanita timbul rasa nyeri (mastodenia); perubahan ini kiranya ada
hubungan dengan perubahan vascular dan limfogen (Wiknjosastro et.al, 1999).
Perubahan payudara pada waktu hamil
Beberapa minggu sesudah konsepsi timbul perubahan-perubahan
pada kelenjar payudara. Payudara jadi penuh, tegang, areola lebih banyak
mengandung pigmen, dan putting sedikit membesar. Pada awal trimester II mulai
timbul system alveolar; baik duktus-duktus maupun asinus-asinus menjadi
hipertrofis di bawah pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya
meningkat, alveolus-alveolus mulai terisi cairan, yakni kolostrum, di bawah
pengaruh prolaktin. Karena inhibisi estrogen dan progesterone, kolostrum tidak
dapat dikeluarkan, hanya pada bulan-bulan terakhir dapat dikeluarkan beberapa
tetes. Sesudah persalinan kolostrum keluar dalam jumlah yang lebih besar, dan
lambat laun digantidengan air susu, jikalau bayi disusui dengan teratur.
Biasanya sesudah 24 jam mulai dikeluarkan air susu biasa dan sesudah 3-5 hari
produksinya teratur (Wiknjosastro et.al, 1999).
Hiperemesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah Mual muntah yang
berlebihan pada wanita hamil sampai menggangu pekerjaan sehari-hari karena
keadaan umumnya menjadi buruk, dan dapat terjadi dehidrasi (Moechtar, 1998).
Nausea dan vomiting pada kehamilan merupakan hal yang
sangat umum. Penelitian yang ada memperkirakan nausea dan vomiting terjadi pada
50-90% kehamilan. Nausea dan vomiting yang berkaitan dengan kehamilan biasanya
dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, memuncak pada minggu 11-13, dan pulih
pada hampir semua kasus pada minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat
berlanjut hingga 20-22 minggu (Ogunyemi, 2009).
Nausea dan vomiting dapat bersifat normal, dapat
merupakan mekanisme perlindungan ibu dan fetus terhadap substansi berbahaya
dalam makanan, misalnya mikroorganisme patologik dalam produk daging dan racun
pada tanaman, yang efeknya menjadi maksimal selama embryogenesis (periode
paling lemah saat hamil). Terdapat penelitian yang mendukung pernyataan ini,
wanita dengan nausea dan vomiting lebih sedikit mengalami abortus spontan dan
kelahiran mati (Ogunyemi, 2009).
Dasar fisiologi dari hiperemesis gravidarum
controversial. Hiperemesis gravidarum muncul sebagai interaksi kompleks dari
faktor biologi, psikologi, dan sosiokultural. Teori yang diajukan meliputi
teori berikut ini (Ogunyemi, 2009):
1. Perubahan hormonal
Terdapat
korelasi positif antara kenaikan level hCG dan level T4, dan derajat keparahan
nausea tergantung dari derajat stimulasi thyroid. hCG secara tidak langsung
terlibat dalam etiolgi hiperemesis gravidarum karena mampu menstimulasi
thyroid.
2. Disfungsi gastrointestinal
Karena gastric
disritmia akibat kenaikan level estrogen dan progesterone, disorder thyroid,
abnormalitas pada tonus vagal dan simpatis, dan sekresi vasopressin sebagai
respon dari gangguan volume intravascular.
3. Disfungsi hepatic
Penyakit hati,
biasanya ditunjukkan dengan adanya sedikit peningkatan kadar transaminase
serum. Dihipotesiskan bahwa ketidakseimbangan oksidasi asam lemak pada
mitokondira menyebabkan penyakit hati pada ibu hamil.
4. Perubahan lipid
Jarnfelt-Samsioe
et.al menyatakan bahwa peningkatan kadar trigliserida, total kolesterol, dan
fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan
control wanita yang hamil dan tidak hamil. Hal ini terkait dengan abnormalitas
fungsi hati pada wanita hamil. Tetapi, Ustun et.al menemukan fakta bahwa
terdapat penurunan kadar total kolesterol, LDL, apoA, dan apoB pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum.
5. Infeksi
Ditemukan Helicobacter
pylori yang dapat memperburuk nausea dan vomiting pada kehamilan.
Tetapi, nausea dan vomiting yang persisten pada trimester kedua mungkin saja
akibat ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori.
6. System vestibuler dan penghidu
Tingkat
ketajaman system olfaktorius dapat menjadi faktor nausea dan vomiting selama
kehamilan.
7. Penelitian biokimia
Berhubungan
dengan overaktivasi dari saraf simpatis dan meningkatkan produksi TNF alfa.
Juga terdapat peningkatan kadar adenosine, yang meningkatkan aktivasi simpatis
yang berlebihan dan produksi sitokin; peningkatan adenosine plasma mungkin
menjadi modulator pada hiperemesis gravidarum.sitokin dari trofoblas juga
dilaporkan meningkatkan sekresi hCG.
Imunoglobulin
C3 dan C4 serta hitung limfosit secara signifikan lebih tinggi pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum, yang meningkatkan imunitas humoral.
8. Isu psikologi
Respon
psikologi dapat berinteraksi dan memperparah fisiologi nausea dan vomiting
sepanjang kehamilan. Sebagai contoh yang tidak umum, kasus hiperemesis
gravidarum dapat merepresentasikan gangguan psikiatri, termasuk perubahan atau
somatisasi depresi mayor.
Mual (nausea) dan muntah (emesis Gravidarum) adalah
gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I, mual
biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam
hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. mual dan muntah terjadi
pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida 1 diantara 1000 kehamilan,
gejala-gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena
meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologi kehamilan
hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan
lambung yang berkurang. Pada umunya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan
ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah dapat berlangsung sampai 4 bulan.
Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan
inilah yang disebut hiperemesis gravidarum, keluhan gejala dan perubahan
fisiologis menentukan berat ringannya penyakit (Prawirodihardjo, 1999).
Diagnosis Kehamilan
Dewasa ini diagnosis kehamilan biasanya dilakukan
dengan pemeriksaan dini hCG subunit beta atau pencitraan USG karena diagnosis
klinis pasti kehamilan sebelum tidak terjadinya mestruasi selama 2 bulan hanya
mungkin terjadi pada sekitar dua per tiga pasien. Biasanya kriteria klinis diagnosis
kehamilan dikelompokkan kedalam dugaan, kemungkinan, dan kepastian positif
(Benson & Pernoll, 2008).
Gejala yang mengarah pada dugaan atau kemungkinan
kehamilan (Benson & Pernoll, 2008):
1. Amenore
2. Mual, muntah
3. Perasaan geli pada payudara, mastalgia
4. Sering kencing (urinary frequency) dan urgensi
5. Gerakan-gerakan dalam perut (quickening)
Tanda yang mengarah pada dugaan atau kemungkinan
kehamilan (Benson & Pernoll, 2008):
1. Leukore
2. Perubahan warna, konsistensi, ukuran atau bentuk
cervix atau uterus
3. Peningkatan temperature (biasanya temperature tubuh
basal)
4. Pembesaran perut
5. Pembesaran, pemadatan payudara, discharge putting
6. Bising pelvis
7. Kontraksi uterus (dengan pembesaran korpus)
Temuan-temuan
pada panggul pada kehamilan dini meliputi hal berikut ini (Benson &
Pernoll, 2008):
1. Sianosis vagina (tanda Chadwick, tanda Jacquemier) tampak pada
sekitar usia 6 minggu.
2. Pelunakan ujung cervix kadang-kadang dapat diamati pada minggu ke
4-5 kehamilan. Namun demikian, infeksi atau luka parut dapat mencegah
terjadinya pelunakan hingga kehamilan lanjut.
3. Pelunakan pada taut cervicouterus seringkali terjadi pada minggu ke 5-6. Bercak
lunak dapat diamati pada bagian depan pertengahan uterus dekat persambungannya
dengan cervix (tanda Ladin). Daerah lunak yang lebih luas dan dapat ditekan
pada segmen bawah uterus (tanda Hegar) merupakan tanda kehamilan dini yang
paling berharga dan biasanya dapat diamati pada kira-kira kehamilan 6 minggu.
Mudahnya melakukan fleksi fundus terhadap serviks (tanda McDonald) biasanya
muncul pada minggu ke 7-8.
4. Pelunakan tidak teratur dan sedikit pembesaran
fundus pada tempat
atau disamping implantasi (tanda Von Fernwald) muncul pada kira-kira minggu
ke-5. Demikian juga impantasi terjadi di daerah kornu uteris, dapat terjadi
pelunakan yang lebih menonjol dan mengarah ke pembesaran seperti tumor (tanda
Piskacek).
5. Pembesaran menyeluruh dan pelunakan difus korpus
uteri biasanya
terjadi pada kehamilan 8 minggu atau lebih.
Temuan-temuan
pada abdomen pada kehamilan dini (Benson & Pernoll, 2008):
1. Gerakan-gerakan aktif biasanya dapat diraba pada ≥18 minggu.
2. Pada minggu ke 16-18, gerakan-gerakan pasif janin
dapat diperjelas dengan palpasi perut dan vagina. Dorongan kuat pada dinding
uterus atau forniks vagina akan menggeser janin sehingga teraba seperti benda
terapung. Kemudian dapat terasa adanya dorongan akibat daya tolak ketika janin
kembali ke posisi semula (ballottement). Asites dan tumor harus disingkirkan.
3. Setelah minggu ke 24, bagian besar janin dapat
diraba pada sebagian besar wanita hamil.
Namun demikian, tidak ada bukti subjektif kehamilan
yang merupakan dasar diagnosis secara keseluruhan, dan diagnosis laboratorium
juga penting (Benson & Pernoll, 2008).
Alat kontrasepsi
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya kehamilan. Kontrasepsi ideal harus memenuhi syarat sebagai berikut
(Wiknjosastro et.al, 1999):
1. Dapat dipercaya.
2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.
3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan.
4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus.
5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.
6. Mudah pelaksanaannya.
7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat.
8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.
Mekanisme kerja pil hormonal
Pil-pil hormonal terdiri atas komponen estrogen dan
progestagen, atau salah satu dari komponen itu. Hormone steroid sintetik dalam
metabolismenya sangat berbeda dengan hormone steroid yang dikeluarkan oleh
ovarium (Wiknjosastro et.al, 1999).
Komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan
sekresi FSH menghalangi maturasi folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen
dari ovarium tidak ada, tidak terdapat pengeluaran LH. Di tengah-tengah daur
haid kurang terdapat FSH dan tidak ada peningkatan kadar LH menyebabkan ovulasi
terganggu. Pengaruh komponen progestagen dalam pil kombinasi memperkuat khasiat
estrogen untuk mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98% tidak terjadi ovulasi.
Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat perjalanan ovum
dan menyulitkan terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang sudah
dibuahi (Wiknjosastro et.al, 1999).
Komponen progestagen dalam pil kombinasi seperti
diatas memperkuat daya estrogen untuk mencegah ovulasi. Progestagen sendiri
dalam dosis tinggi dapat menghambat ovulasi, akan tetapi tidak dalam dosis
rendah. Selanjutnya, progestagen mempunyai khasiat sebagai berikut
(Wiknjosastro et.al, 1999):
1. Lendir cervix uteri menjadi lebih kental, sehingga
menghalangi penetrasi spermatozoa untuk masuk dalam uterus.
2. Kapasitasi spermatozoa yang perlu untuk memasuki ovum
terganggu.
3. Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinodrel
mempunyai efek antiestrogenik terhadap endometrium, sehingga menyulitkan
implantasi ovum yang telah dibuahi.
Efek karena kelebihan estrogen
Efek yang sering terdapat adalah rasa mual, retensi
cairan, sakit kepala, nyeri pada mamma, fluor albus. Rasa mual kadang disertai
muntah, diarea, dan rasa perut kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya
pengeluaran air dan natrium, dan dapat meningkatkan bertambahnya berat badan.
Sakit kepala sebagian juga disebabkan oleh retensi cairan. Kepada penderita
pemberian garam perlu dikurangi, dan dapat diberikan obat diuretic. Rendahnya
dosis estrogen dalam pil dapat mengakibatkan spotting dan breakthrough bleeding
dalam masa intermenstruum (Wiknjosastro et.al, 1999).
Efek karena kelebihan progestagen
Progestagen dalam dosis yang berlebihan dapat
menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan disertai
bertambah berat badan, akne, alopesia, kadang mamma mengecil, fluor albus,
hipomenorea (Wiknjosastro et.al, 1999).
Abortus
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara
prematur dari uterus─embrio, atau fetus yang belum dapat hidup. (Dorland,
2002).
Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana
aborsi terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis (aborsi
spontanea), dan aborsi yang direncanakan melalui tindakan medis dengan
obat-obatan, tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan
lewat vagina (aborsi provokatus) (Fauzi, et.al., 2002).
Sedangkan menurut gambaran klinis di bidang medis,
abortus diklasifikasikan sebagai berikut (Wahyudi, 2000; Manuaba, 2001; Granger
& Pattison, 1994):
1. Abortus membakat (imminens), merupakan abortus tingkat
permulaaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup
dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Perdarahan minimal dengan
nyeri/tidak. Uterus sesuai dengan umur kehamilan. Pada test kehamilan positif.
Dalam pemeriksaan USG, produk kehamilan dalam batas normal. Pasien pada
umumnya dirawat untuk menyelamatkan kehamilannya, walaupun tidak selalu
berhasil.
2. Abortus Insipiens, abortus yang sedang mengancam
dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka serta terasa
ketuban, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Perdarahan
disertai gumpalan darah. Nyeri lebih kuat.
3. Abortus inkomplit, adalah sebagian hasil konsepsi
telah keluar dari kavum uteri. Biasanya ari-ari masih tertinggal dalam kavum
uteri.Perdarahan hebat sering menyebabkan syok, disertai gumpalan darah dan
jaringan konsepsi. Serviks terbuka.
4. Abortus komplit, adalah seluruh hasil konsepsi telah
keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu. Perdarahan
dan nyeri minimal. Ukuran uterus dalam batas normal. Serviks tertutup.
5. Missed abortion, merupakan abortus dimana embrio atau
fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi
hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau
lebih. Perdarahan minimal, sering didahului tanda abortus imminens yang
kemudian menghilang spontan. Tanda dan gejala hamil menghilang. Pada USG, hasil
konsepsi masih dalam uterus namun tidak ada tanda kelangsungan hidupnya.
6. Abortus habitualis, merupakan abortus yang terjadinya
tiga kali berturut-turut atau lebih.
7. Abortus infeksiosa, merupakan abortus yang disertai
infeksi pada genitalia.
Penanganan
Abortus Imminens (Wiknjosastro et.al, 1999; PB POGI, 1991; Sibuea, 1992):
1.
Istirahat – baring, tidur
berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2.
Anjuran untuk tidak
melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
3.
Fenobarbital 3 x 30 mg atau
diazepam 3 x 2 mg dapat diberikan untuk menenangkan pasien.
4.
Pemberian hormon atau
tokolitik dapat dipertimbangkan bila hasil USG menunjukkan janin masih hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, Ralph
C. Pernoll, Martin L. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi
9. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A.
Newman. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.
Fauzi, Ahmad.
Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di
Indonesia. Akses tanggal 15 Oktober 2008 dihttp://situs.kesrepro.info/gendervaw/jun/2002/utama03.htm
Granger, K.
Pattison, N. 1994. Vaginal Bleeding in Pregnancy dalam Journal of
Paediatrics, Obstetrics & Gynaecology.
Manuaba, Ida
Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Abortus. 1 st Ed. Jakarta: EGC.
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Norwitz, Errol
R. Schorge, John O. 2006. At a Glance Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: Erlangga.
Ogunyemi, Dotun
A. 2009. Hyperemesis Gravidarum. Akses 15 Mei 2010, di http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
PB. POGl.
1991. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian 1.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Prawirohardjo,
Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
Shields, Andrea
D. 2009. Pregnancy Diagnosis. Akses 13 Mei 2010 di http://emedicine.medscape.com/article/262591-overview
Sibuea. 1992.
Penanganan Kasus Perdarahan Hamil Muda dalam Cermin Dunia Kedokteran.
Wahyudi.
2000. Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek
Hukum Praktek Kedokteran. Ed. Kedua. Jakarta: Djambatan.
Wiknjosastro,
Hanifa. Saifuddin, Abdul Bari. Rachimhadhi, Trijatmo. 1999. Ilmu
Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. Saifuddin,
Abdul Bari. Rachimhadhi, Trijatmo. 2009. Ilmu
Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.